JAKARTA (SINDO) – Berdirinya beberapa mal di Jakarta memang bisa menjadi alternatif lain sebagai tujuan wisata. Namun,kini pengelola museum mulai berbenah dan membuatnya lebih menarik.
Salah satunya banyak melakukan inovasi untuk menarik pengunjung. Kini, bukan zamannya lagi museum sepi dan gelap. Sebab,beberapa museum telah berbenah dengan berbagai inovasi agar pengunjung semakin tertarik berkunjung ke sana. Kepala Museum Geologi Bandung Dr Yunus Kusumahbrata menyatakan, tidak jarang pihaknya kewalahan melayani antrean pengunjung. Untuk itu,pihaknya berupaya melakukan pembenahan dan inovasi agar pengunjung lebih nyaman. ’’Kalau ada orang yang mengatakan museum sepi dan gelap, itu cerita lama. Sebab, kini kami ramai dikunjungi pengunjung,” tuturnya, dalam acara peluncuran program wisata museum di Museum Nasional Jakarta, yang diprakarsai House of Sampoerna, kemarin.
Saat ini, rata-rata jumlah pengunjung Museum Geologi di Jalan Diponegoro, Bandung mencapai 4.500 orang per hari. Hal itu sungguh menggembirakan karena tren jumlah pengunjung per tahun meningkat cukup signifikan.Tercatat pada 2006 lalu, total jumlah pengunjung masih sekitar 211.000 orang. Sementara itu, pada akhir 2007, jumlah pengunjung sudah mencapai hampir 300.000. Karena itulah, pihak Museum Geologi Bandung menargetkan pada 2008 ini, sebanyak 350.000–400.000 pengunjung akan datang ke sana. Museum itu menyimpan hampir 200.000 koleksi berbagai jenis bebatuan dan 30.000 fosil.
Bahkan, Yunus menyatakan, lewat program Night at the Museum, pihaknya akan membuka pelayanan untuk umum pada malam hari setiap akhir pekan mulai pertengahan 2008 nanti. Namun,Anda jangan membayangkan hal itu akan seperti dalam film Night at The Museum yang dibintangi Ben Stiller, yang mengisahkan patung dan fosil T-rex di museum itu hidup kembali ketika malam saja.
’’Pembukaan pelayanan saat malam ini demi menjawab kebutuhan banyaknya pengunjung yang sering antre. Jika paginya untuk pelajar dan mahasiswa, malamnya untuk wisatawan lokal dan mancanegara. Dengan demikian, mereka bisa nyaman dan tidak perlu berjubel antre dengan pelajar,” paparnya. Museum yang resmi dibuka sejak 16 Mei 1929 itu sedang berbenah. Tidak hanya berencana membuka pelayanan malam, juga melakukan berbagai macam inovasi. Beberapa inovasi tersebut, di antaranya pembenahan internal pegawai museum.
Salah satunya pemberian berbagai macam training bahasa asing dan memandu wisata. Hal itu agar pengunjung benar-benar mendapatkan panduan dan penjelasan yang baik dari para petugas. ’’Misalnya, anak SD harus dibimbing orang yang memiliki keterampilan memandu anak-anak. Hal itu agar yang amit-amit (pemandu yang usianya sudah sangat tua) itu tidak lagi memandu yang imut-imut. Mudah-mudahan, itu bisa semakin meningkatkan jumlah pengunjung,” tuturnya.
Kemudian, pihak Museum Geologi juga menambah ruangan-ruangan agar kapasitasnya lebih memadai. Sebab, tidak jarang pengunjung harus antre karena kapasitasnya terbatas. Agar pengunjung yang antre di luar tidak sia-sia,museum itu akan membangun monumen dan pameran luar ruangan yang memajang batubatuan kekayaan alam Indonesia dengan brandmini stone park. ’’Kalau dari luar, museum itu kan hanya sebuah gedung dan tidak menarik.
Maka itu, rencananya kami membuat monumen dan display batu-batuan. Dengan demikian, orang akan lebih tertarik berkunjung ke sini, ”ujarnya. Kondisi serupa juga dialami Museum Sejarah Jakarta.Kepala Museum HR Manik menyatakan, jumlah pengunjung Museum Batavia ini naik dengan pelan, tapi pasti. Sekitar 2005 lalu, total jumlah pengunjung 60.000, kemudian naik menjadi 70.000 pada 2006.
Pada akhir 2007 lalu, total pengunjung pun mencapai angka 80.000.Untuk itu, pihaknya optimistis pada 2008 ini, pengunjung museum itu akan mencapai lebih dari 85.000. Bahkan, berbagai macam program dan acara digelar di museum ini,mulai Batavia Art Festival hingga acara fun. Bahkan, Manik mengaku demi memberi kesan nyaman dan terbuka kepada pengunjung, seluruh pegawai Museum Sejarah Jakarta harus mengenakan seragam biasa, bukan seragam pegawai negeri sipil (PNS).
’’Kami memperbaiki upaya internal, seperti tata pamer, promosi, dan ada kegiatan-kegiatan lain. Untuk profil pengunjung, sebanyak 60% pengunjungnya pelajar. Sementara itu, wisatawan mancanegara meningkat. Dulu komposisinya sekitar 10%,sekarang hingga 16%,” paparnya. Cerita agak sedikit unik datang dari pihak Museum Batik Danar Hadi Solo. Presiden Direktur Museum Danar Hadi Solo Santosa Doellah menyatakan, gara-gara ribut soal klaim Malaysia terhadap batik, jumlah pengunjung museum itu pun meningkat.
Dia menyatakan, angka kenaikan jumlah pengunjung hingga 50%. Kenaikan itu tentu cukup signifikan bagi museum batik yang diprakarsai dan dikelola swasta ini. Kini, rata-rata angka kunjungan bisa mencapai 1.000 orang per hari pada hari libur. Sementara itu, total pengunjung per tahun mengalami kenaikan pada 2007, lebih dari 25.000 orang. Pada 2008 ini, dia berharap angka pengunjung bisa mencapai 50.000 orang. ’’Setelah ada klaim batik Malaysia, pengunjung kami jadi bertambah banyak,” tuturnya.
Sentosa menambahkan, akibat terbatasnya kapasitas museum, tidak jarang pengunjung pun antre. Namun, akibat bencana banjir dan longsor yang melanda Solo dan sekitarnya awal tahun ini, Museum Batik Danar Hadi agak sepi pengunjung. Meski demikian, dengan berbagai macam cara promosi, mulai brosur, website, bekerja sama dengan agen travel, atau program wisata batik akan semakin menyedot jumlah pengunjung, baik pelajar, mahasiswa, hingga wisatawan lokal maupun mancanegara.
Kepala Museum Bank Mandiri Heliantomo juga sepakat bahwa berkunjung ke museum tidak lagi membosankan dan harus dikemas sedemikian rupa agar menyenangkan. Selain itu, pihaknya sedang menyiapkan berbagai macam kegiatan yang lebih menyemarakkan Museum Bank Mandiri.Kegiatan itu, di antaranya tempat permainan untuk anak-anak, teater terbuka, dan yang lainnya sehingga anak-anak muda nyaman berada di museum. ’’Kami harus berusaha mengelola museum agar tampak lebih menyenangkan bagi anakanak muda yang selama ini menganggap museum hanya untuk orangtua,” paparnya.
General Manager House of Sampoerna Ina Silas menambahkan, museum sejarah berdirinya usaha Sampoerna juga ramai didatangi pengunjung hingga 9.000 orang per bulan. Angka itu memang cukup menggembirakan bagi museum di Indonesia. Untuk itu, sekarang saatnya membudayakan berkunjung ke museum bukan atas paksaan mata pelajaran atau kuliah, melainkan karena ingin berwisata dan berlibur layaknya budaya di luar negeri. (abdul malik)
Sumber: Sindo, Jum’at, 22 Februari 2008